Jakarta — Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka kembali cvtogel mencuri perhatian publik setelah mengungkit pemecatan yang dialami oleh dirinya dan politikus senior PDIP, Effendi Simbolon. Pernyataan Gibran itu sontak menimbulkan polemik di tengah panasnya dinamika politik pasca-Pemilu 2024. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pun akhirnya buka suara menanggapi pernyataan tersebut, menyiratkan ada motif dan tafsir yang lebih kompleks dari sekadar “pemecatan”.
Pernyataan Gibran yang Menjadi Sorotan
Gibran, yang saat ini masih menjabat sebagai Wali Kota Solo, menyampaikan pernyataan kontroversial dalam sebuah wawancara yang disiarkan publik. Ia menyinggung bahwa pemecatannya dari PDIP dilakukan bersamaan dengan pemecatan Effendi Simbolon, politikus PDIP yang dikenal vokal dan kerap bersikap berbeda pandangan dengan elit partai.
“Kalau saya dulu kan diberhentikan bareng Pak Effendi Simbolon. Ya saya menerima saja,” ujar Gibran dengan nada santai namun penuh makna. Ungkapan ini langsung menjadi bahan perbincangan luas di media sosial maupun kalangan elite politik, karena dinilai mengandung kritik terselubung terhadap kepemimpinan PDIP.
baca juga: terungkap-alasan-golf-tak-kena-pajak-hiburan-10-di-jakarta
PDIP Buka Suara
Menanggapi pernyataan Gibran, PDIP melalui beberapa kader senior akhirnya angkat bicara. Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menegaskan bahwa keputusan partai tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan melalui mekanisme internal partai yang jelas dan berdasar pada disiplin organisasi.
Menurut Hasto, pemecatan terhadap Gibran dilakukan karena ia dinilai melanggar disiplin partai dengan menerima pencalonan sebagai cawapres tanpa restu partai. “Kami bukan memecat secara emosional, tetapi berdasarkan aturan organisasi dan etika politik yang kami junjung tinggi. PDIP adalah partai yang konsisten dalam menegakkan disiplin kader,” tegas Hasto.
Adapun mengenai Effendi Simbolon, PDIP menyebut bahwa persoalannya berbeda konteks. Effendi diketahui kerap melontarkan kritik terhadap keputusan partai maupun kebijakan pemerintah, termasuk dalam isu TNI dan pertahanan. Meski begitu, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Effendi sendiri terkait pernyataan Gibran tersebut.
Gibran dan Strategi Politik Simbolik?
Beberapa pengamat politik menilai bahwa pernyataan Gibran bukan sekadar nostalgia soal pemecatan, melainkan bagian dari strategi komunikasi politik yang cerdas. Menyandingkan dirinya dengan Effendi Simbolon, yang dikenal sebagai tokoh kritis, bisa menjadi simbol bahwa dirinya juga termasuk dalam barisan tokoh yang “berani berbeda”.
“Gibran sedang mengirim sinyal. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya bukan sekadar anak Presiden Jokowi, tetapi juga sosok independen yang siap berdiri di luar hegemoni partai besar,” ujar Burhanuddin Muhtadi, analis politik dari LSI.
Di sisi lain, dengan pernyataan itu, Gibran tampaknya ingin mengkonsolidasikan simpati dari publik yang kritis terhadap dominasi politik oligarkis. Ia mungkin juga tengah membentuk narasi bahwa dirinya adalah representasi dari politik baru yang tidak harus selalu tunduk pada sistem lama.
Efek Politik bagi PDIP
Pernyataan Gibran dan keputusannya untuk maju sebagai cawapres Prabowo Subianto tanpa restu PDIP telah menjadi pukulan tersendiri bagi partai banteng tersebut. Keputusan itu membuat hubungan antara PDIP dan Jokowi—ayah Gibran—mengalami keretakan yang hingga kini belum sepenuhnya pulih.
Munculnya isu pemecatan berurutan ini menambah tekanan terhadap PDIP, yang tengah mempersiapkan konsolidasi untuk menjadi oposisi pada pemerintahan Prabowo-Gibran nanti. Beberapa kalangan internal partai bahkan mulai mempertanyakan arah dan strategi partai pasca kegagalan dalam Pilpres 2024.
Penutup: Isu yang Belum Selesai
Isu yang diangkat Gibran menunjukkan bahwa dinamika politik Indonesia pasca pemilu masih jauh dari tenang. Di balik pernyataan singkat, tersimpan narasi besar soal loyalitas, independensi politik, dan pergeseran kekuatan antar elite. PDIP yang selama ini dominan, kini harus menghadapi tantangan baru dari dalam dan luar sistem politik yang kian cair.
Pertanyaan besar yang menggantung kini adalah: apakah Gibran sedang membuka lembaran baru untuk politik Indonesia yang lebih dinamis, atau ini hanyalah bagian dari manuver jangka pendek demi memoles citra pribadi di mata publik?
Yang pasti, hubungan antara Gibran dan PDIP belum usai. Dan publik tampaknya masih akan terus menyaksikan babak-babak berikutnya dari kisah ini.
sumber artikel: www.timeuptodate.com
