Jakarta – pttogel Isu Uang Kuliah Tunggal (UKT) kembali mencuat ke permukaan dan menjadi perhatian serius publik serta parlemen. Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) untuk segera menetapkan aturan yang jelas dan tegas mengenai batas bawah dan batas atas UKT di seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia.
Desakan tersebut muncul sebagai respons atas lonjakan UKT yang terjadi di sejumlah PTN, yang dianggap memberatkan mahasiswa baru dan orang tua mereka. Komisi X melihat bahwa tanpa intervensi regulatif yang konkret, perguruan tinggi cenderung bebas menetapkan tarif UKT berdasarkan otonomi kampus yang kadang kurang berpihak pada keadilan sosial.
Latar Belakang Masalah UKT
Uang Kuliah Tunggal (UKT) awalnya dirancang untuk menyederhanakan pembayaran biaya kuliah dengan sistem satu tarif yang mencakup seluruh biaya perkuliahan. Namun, dalam praktiknya, UKT memiliki beberapa kelompok tarif berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, dari kelompok I hingga kelompok tertinggi. Sayangnya, banyak laporan dari mahasiswa bahwa penempatan kelompok UKT seringkali tidak akurat dan cenderung menempatkan mereka pada kelompok tarif tinggi meskipun kondisi ekonomi tidak mendukung.
Kondisi ini diperparah dengan minimnya transparansi dalam proses penentuan kelompok UKT dan tidak meratanya pemberian beasiswa atau keringanan. Akibatnya, banyak mahasiswa yang terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan tinggi hanya karena persoalan biaya.
Pernyataan Komisi X DPR RI
Anggota Komisi X DPR RI secara tegas menyampaikan bahwa pemerintah, khususnya Kemdikbudristek, tidak boleh lepas tangan dalam persoalan biaya pendidikan tinggi. Mereka meminta agar ditetapkan batas bawah dan atas tarif UKT sebagai bentuk kontrol negara terhadap perguruan tinggi yang dibiayai oleh APBN.
Wakil Ketua Komisi X, misalnya, menyebutkan bahwa otonomi kampus tidak boleh dijadikan dalih untuk membebani rakyat. “Kami tidak menolak otonomi, tapi negara tetap harus hadir dan mengatur supaya tidak ada penyimpangan. Harus ada kejelasan mengenai batas minimal dan maksimal UKT, agar semua mahasiswa mendapat perlakuan yang adil,” tegasnya.
Komisi X juga mengusulkan adanya mekanisme audit terhadap penetapan UKT, serta evaluasi berkala terhadap PTN yang diduga menaikkan UKT secara tidak wajar. Mereka mendorong Kemdikbudristek untuk membentuk regulasi turunan dari Permendikbudristek terkait UKT, yang menjamin akuntabilitas, transparansi, dan keadilan bagi seluruh mahasiswa.
Tanggapan Kemdikbudristek
Menanggapi desakan tersebut, pihak Kemdikbudristek menyatakan sedang menyusun revisi aturan yang mengatur mekanisme UKT, termasuk kemungkinan penerapan batas tarif. Dalam rapat kerja bersama Komisi X, pihak kementerian mengaku bahwa pihaknya menyadari adanya keresahan masyarakat dan berkomitmen untuk melakukan perbaikan sistem pembiayaan pendidikan tinggi.
Salah satu solusi yang sedang digodok adalah sistem UKT yang lebih fleksibel dan adaptif, serta penguatan mekanisme verifikasi data ekonomi mahasiswa. Kemdikbudristek juga mempertimbangkan integrasi data dari instansi lain seperti Kementerian Sosial dan Dukcapil untuk mendapatkan gambaran ekonomi mahasiswa yang lebih akurat.
Dampak Sosial dan Masa Depan Pendidikan Tinggi
Kenaikan UKT secara sepihak tanpa kontrol negara berpotensi menimbulkan ketimpangan akses pendidikan. Generasi muda dari keluarga menengah ke bawah bisa semakin tersisih dari jenjang pendidikan tinggi, yang justru bertentangan dengan semangat pemerataan pendidikan nasional.
Langkah Komisi X ini pun disambut baik oleh banyak kalangan, termasuk mahasiswa, aktivis pendidikan, dan pemerhati kebijakan publik. Mereka menilai, pembatasan UKT adalah langkah awal menuju sistem pendidikan tinggi yang inklusif dan berpihak kepada seluruh lapisan masyarakat.
Jika aturan tentang batas bawah dan atas UKT benar-benar diberlakukan dan diawasi dengan ketat, maka akan tercipta standar keadilan yang lebih terjamin di seluruh PTN. Hal ini penting mengingat pendidikan adalah investasi masa depan bangsa, dan tidak boleh menjadi beban yang hanya bisa ditanggung oleh kalangan tertentu.
Penutup
Dorongan Komisi X DPR RI kepada Kemdikbudristek untuk mengatur batas bawah dan atas UKT menjadi sinyal kuat bahwa DPR ingin memastikan pendidikan tinggi tetap dapat diakses oleh semua kalangan. Pendidikan adalah hak, bukan barang mewah.
Kini, bola ada di tangan Kemdikbudristek. Masyarakat menunggu langkah nyata pemerintah dalam menjamin keadilan biaya kuliah demi masa depan pendidikan Indonesia yang lebih baik, merata, dan inklusif.
sumber artikel: www.timeuptodate.com